Monday, March 07, 2005

Mengkhawatirkan, Kondisi Situs Budaya Melayu Terbesar Abad Ke-19

Kompas, Senin, 07 Maret 2005
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/07/humaniora/1603560.htm

Tanjung Pinang, Kompas - Sisa-sisa bangunan dan benda-benda peninggalan puncak kejayaan budaya Melayu di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dalam kondisi mengkhawatirkan. Tinggalan budaya berupa bangunan bersejarah dan kitab-kitab manuskrip kuno yang berasal dari masa keemasan Kerajaan Riau Lingga banyak yang rusak karena kurang terurus.

Potensi budaya Pulau Penyengat sangat besar. Di sinilah dulu lahir kaum intelektual pemerhati politik dan budaya, khususnya bagi bangsa Melayu. "Semuanya surut saat penjajah menguasai negeri dan ternyata kemudian Pemerintah Indonesia pun tak mampu memberikan perhatian selayaknya," kata Ketua Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu (PMKM) Riau Raja Malik Hasrizal, Jumat (4/3).

Selama puluhan tahun terakhir, masyarakat Pulau Penyengat sendirilah yang terus berusaha melestarikan tinggalan budaya yang tersisa. Di pulau ini tersebar reruntuhan istana sultan, gedung kantor istana, makam raja-raja dan para pujangga, serta sisa struktur saluran air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut Raja Malik, tahun 1880-an di pulau ini didirikan Rusydiah Club, yaitu perkumpulan cendekiawan dari seluruh Riau. Mereka menjadi pemantau pergerakan politik dan juga menghasilkan karya-karya sastra maupun jenis kebudayaan lainnya. Salah satu pujangga yang terkenal adalah Raja Ali Haji dengan karya Gurindam XII.

Tahun 1911, para cendekiawan dan pejabat kerajaan tercerai-berai meninggalkan Penyengat. Mereka tidak mau tunduk kepada penjajah dan memilih pergi. Dua tahun kemudian Belanda menghapus Kerajaan Riau Lingga dari segala urusan administrasi pemerintahannya. Sejak itu, Pulau Penyengat kian terasing dan budaya Melayu pun putus perkembangannya.

Ketika kemerdekaan berhasil diraih, pemerintahan republik yang baru terbentuk khilaf memulihkan kembali Pulau Penyengat, sibuk dengan segala urusan, termasuk mempertahankan kedaulatan. Penyengat pun tetap terhapus dari program pembangunan.

Yang tersisa

Saat ini yang terawat adalah yang masih sering dikunjungi peziarah, seperti kompleks makam Engku Putri Raja Hamidah dan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat. Namun, istana kerajaan hanya tinggal puing. Yang tampak hanyalah fondasi dan sedikit alur tembok keliling.

Meski sebagian masih berdiri kokoh, rumah Engku Putri Raja Hamidah sama sekali tidak terawat. Satu-satunya jenis tinggalan yang masih dapat dikatakan terselamatkan utuh adalah sejumlah manuskrip kuno Melayu yang saat ini tersimpan di gedung PMKM.

Raja Malik mewakili masyarakat setempat mengungkapkan perlunya uluran pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. "Jangan sampai budaya kita musnah padahal penerusnya sebenarnya masih ada," katanya.

Dalam waktu dekat, yang paling perlu dilakukan adalah pembersihan dan perawatan bangunan kuno. Revitalisasi Pulau Penyengat, khususnya dalam menghidupkan kembali seni-seni melayu kuno, termasuk kerajinan tradisional, juga patut menjadi agenda utama pemerintah daerah setempat. (nel)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home